This is an old revision of the document!
Perjalanan Halimah Mengambil Rosul sebagai Putra Susuan
Halimah As-Sa'diyah, suami dan anak yang disusuinya keluar dari negerinya bersama beberapa wanita dari Bani Sa'ad bin Bakar. Tujuan mereka adalah mencari anak yang bisa disusui.
Halimah berkata, “Waktu itu adalah masa paceklik, tidak banyak harta yang tersisa. Aku pergi naik keledai betina berwarna putih milik kami dan seekor unta yang sudah tua dan tidak bisa diambil air susunya lagi walau setetes.
Sepanjang malam kami tidak pernah tidur, karena harus meninabobokan bayi kami yang terus menerus menangis karena kelaparan. Air susuku tidak bisa diharapkan, sekalipun begitu kami tetap mengharapkan jalan keluar. Aku pergi sambil menunggang keledai betina milik kami dan hampir tidak pernah turun dari punggungnya, keledai itu pun makin lemah kondisinya.
Akhirnya kami serombongan tiba di Mekkah dan kami langsung mencari bayi yang bisa kami susui.
Setiap wanita dari rombongan kami yang ditawari Rosullah pasti menolaknya, setelah tahu bahwa beliau adalah anak yatim. Tidak mengherankan, karena kami memang mengharapkan imbalan yang cukup memadai dari bapak bayi yang hendak kami susui.
Kami semua berkata, 'Dia anak yatim.' Tidak ada pilihan bagi ibu dan kakek beliau, karena kami tidak menyukai keadaan seperti itu.
Setiap wanita dari rombongan kami sudah mendapatkan bayi yang disusuinya, kecuali aku sendiri. Tatkala kami sudah siap-siap untuk kembali, aku berkata kepada suamiku, 'Demi Allah, aku tidak ingin kembali bersama wanita teman-temanku tanpa membawa seorang bayi yang kususui. Demi Allah, aku benar-benar akan mendatangi anak yatim itu dan membawanya.'
Suaminya menjawab,'Jangan lakukan itu.' Aku pun berkata,'Mudah-mudahan Allah memberkahi kita dengan mengambil anak itu'”
Halimah melanjutkan kisahnya,“Aku pergi menemui bayi itu dan aku siap membawanya. Tatkala menggendongnya seakan-akan aku tidak merasa repot karena mendapat beban yang lain.
Aku segera kembali menghampiri hewan tungganganku, dan tatkala puting susuku kusodorkan kepadanya, bayi itu bisa menyedot air susu sesukanya dan meminumnya hingga kenyang. Anak kandungku sendiri juga bisa menyedot air susu sepuasnya hingga kenyang, setelah itu keduanya tertidur pulas. Padahal, sebelum itu kami tidak pernah tidur sedikit pun karena mengurus bayi kami.
Kemudian suamiku menghampiri untanya yang sudah tua, ternyata air susunya menjadi penuh, maka kami memerahnya. Suamiku bisa minum susu unta kami, begitu pula aku, hingga kami benar-benar kenyang. Malam itu adalah malam yang terasa paling indah bagi kami.”
Esok harinya suamiku berkata kepadaku. “Demi Allah, tahukah engkau wahai Halimah, engkau telah mengambil satu jiwa yang penuh berkah.” Halimah As-Sa'diyah pun berkata,“Demi Allah, aku pun berharap yang demikian itu.”
Halimah As-Sa'diyah melanjutkan, “Kemudian kami bersiap-siap pergi dan aku menunggangi keledaiku. Semua bawaan kami kunaikkan bersamaku diatas punggungnya. Demi Allah, setelah kami menempuh perjalanan cukup jauh, tentulah keledai mereka (teman-temanku) tidak akan mampu membawa beban seperti yang aku bebankan diatas punggung keledaiku, sehingga teman-temanku berkata kepadaku,'Wahai putri Abu Dzu'aib, celaka engkau! Tunggulah kami! Bukankah ini keledaimu yang engkau bawa bersama kita kemarin?' Halimah As-Sa'diyah berkata, “Demi Allah, begitulah. ini adalah keledaiku kemarin.” Mereka berkata,”Demi Allah, keledaimu kini bertambah perkasa.“
Kami pun tiba di tempat tinggal kami di daerah Bani Sa'ad bin Bakar. Aku tidak pernah melihat sebelumnya sepetak tanah milik kami yang lebih subur saat itu. Domba-domba kami menyongsong kedatangan kami dalam keadaan kenyang dan air susunya juga terisi penuh, sehingga kami bisa memerahnya dan meminumnya. Sementara setiap orang yang memerah air susu hewannya, sama sekali tidak mengeluarkan air susu walau setetes pun dan kelenjar susunya juga kempes, sehingga mereka berkata garang kepada penggembalanya, “Celakalah kalian! Lepaskanlah hewan gembalaan kalian seperti yang dilakukan oleh gembala putri Abu Dzu'aib.” Namun domba-domba mereka pulang ke rumah tetap dalam keadaan lapar dan tidak ada setetes pun mengeluarkan air susu. Sementara domba-dombaku pulang dalam keadaan kenyang dan kelenjar susunya berisi penuh. Kami senantiasa mendapatkan tambahan berkah dan kebaikan dari Allah selama dua tahun menyusui anak susuan kami. Lalu kami menyapihnya. Dia tumbuh dengan baik, tidak seperti bayi-bayi yang lain. Bahkan sebelum usia dua tahun pun dia sudah tumbuh pesat.
Kemudian kami membawanya kepada ibunya, meskipun kami masih berharap agar anak itu tetap berada di tengah-tengah kami, karena kami bisa merasakan berkahnya. Maka kami menyampaikan niat ini kepada ibunya. Aku berkata kepdanya,”Andaikan saja engkau sudi membiarkan anakmu ini tetap bersama kami hingga menjadi besar, karena aku kawatir dia terserang penyakit yang bisa menjalar di Mekkah.“ Kami terus-menerus merayu ibunya agar dia berkenan mengembalikan anak itu tinggal bersama kami.
Hikmah
Sangat banyak hikmah dari kisah ini
- Tawakal kepada Allah menghasilkan berkah, ini terbukti dari Halimah yang hanya berharap kepada Allah dengan mengambil Rosul yang yatim untuk disusuinya.
- Keberkahan tidak hanya untuk kita sendiri, tapi orang disekitar kita juga mendapatkan berkah tersebut, seperti putra Halimah dan suaminya.
- Halimah menyusui Rosul hingga umur 2 tahun kemudian menyapihnya, itulah mengapa ibu bayi harus menyusui putranya selama 2 tahun.